Literasi Bukan Hanya Membaca dan Menulis

Kata literacy sendiri berasal dari bahasa latin yaitu literatus yang artinya orang yang belajar (a learned person). Dalam bahasa latin juga dikenal dengan istilah littera (huruf) yang artinya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. 

Secara bahasa, literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Dalam bahasa Inggris, literasi (literacy) artinya kemampuan membaca dan menulis (the ability to read and write) dan kompetensi atau pengetahuan dibidang khusus (competence or knowledge in a specified area).

Pengertian literasi juga mencakup melek visual yaitu kemampuan untuk mengenali dan memahami ide-ide yang disampaikan secara visual (video/gambar). Sebagaimana pengetrian literasi yang dikemukakan National Institute for Literacy (NIFL) bahwa "Literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat."

Education Development Center (EDC) juga menyatakan, literasi lebih dari sekadar kemampuan baca tulis. Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan keterampilan (skills) yang dimiliki dalam hidupnya. Dengan pemahaman bahwa literasi mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Menurut UNESCO, pemahaman orang tentang makna literasi sangat dipengaruhi oleh penelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya, dan  pengalaman.

Pemahaman yang paling umum dari literasi adalah seperangkat keterampilan nyata, khususnya keterampilan kognitif membaca dan menulis, yang terlepas dari konteks di mana keterampilan itu diperoleh dan dari siapa memperolehnya.

Richard Kern (2000, hlm. 16) mendefinisikan istilah literasi, yaitu:
“Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturally- situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is dinamic – non static – and variable across and within discourse communities and cultures. It drawn on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge".

"literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaannya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan tersebut. Karena peka dengan tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulisan dan lisan, pengetahuan tentang genre (pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang berlaku dalam komunitas wacana, misalnya teks naratif, eksposisi, deskipsi, dan lain sebagainya), dan pengetahuan kultural".

Berdasarkan definisi tersebut, terdapat tujuh unsur yang membentuk definisi literasi yang selanjutnya membentuk tujuh prinsip pendidikan literasi, yakni:

1. Interpretasi
Penulis/pembicara dan pembaca/pendengar berpartisipasi dalam interpretasi, yakni penulis/pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, ide, dan lain-lain), dan pembaca/pendengar kemudian menginterpretasi interpretasi penulis/pembaca dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.

2. Kolaborasi
Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/pembicara dan pembaca/pendengar. Kerjasama yang dimaksud tersebut dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/pendengar. Sedangkan pembaca/pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka untuk memaknai teks penulis/pembicara.

3. Konvensi
Konvensi ini mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan maupun tertulis. Seseorang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara ditentukan oleh konvensi/kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual.

4. Pengetahuan kultural
Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Untuk itu, literasi melibatkan pengetahuan kultural.

5. Pemecahan masalah
Kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya, maka tindak membaca, menulis, menyimak, dan berbicara melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan dunia. Upaya membayangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.

6. Refleksi dan refleksi diri
Penulis/pembicara dan pembaca/pendengar memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya dengan dunia dan diri sendiri. Setelah berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut.

7. Penggunaan bahasa
Literasi bukanlah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/tulis) melainkan mensyaratkan pengetahuan tentang bahasa tersebut digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana.

Menurut Sekertaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas) Wartanto, "Literasi saat ini bukan hanya melek huruf dan bisa menulis saja", ujarnya saat rapat persiapan Peringatan Hari Aksara Nasional ke-52 yang akan diselenggarakan 6-9 September di Kuningan, Jawa Barat. Senin (21/8). Beliau juga mengatakan, literasi saat ini menjangkau banyak hal, seperti melek akan kemampuan teknologi dan informatika di era digital yang saat ini terus berkembang.

Hal tersebut sejalan dengan tema internasional peringatan hari aksara sedunia yaitu literasi didunia digital. Sedangkan untuk tingkat nasional  mengusung tema "Membangun budaya literasi di era digital, Literasi digital membangun karakter bangsa dan Literasi digital membangun peradaban bangsa".

Literasi dianggap merupakan inti kemampuan dan modal utama bagi siswa maupun generasi muda dalam belajar dan menghadapi tantangan-tantangan masa depan. Pembelajaran literasi yang bermutu adalah kunci dari keberhasilan siswa.di masa depan. Untuk itu dibutuhkan pembelajaran literasi yang bermutu pada semua mata pelajaran.oleh semua guru yang dianggap sebagai guru literasi (teachers of literacy).  
LihatTutupKomentar