Dari BBC Indonesia, Mantan wasit kawakan Liga Primer Inggris Mark Clattenburg menghentikan sementara pertandingan Piala Arab Saudi untuk menghormati azan yang terdengar dikumandangkan dari sebuah masjid dekat stadion.
Saat itu Clattenburg sedang memimpin pertandingan antara Al Feiha dan Al-Fateh pada hari Rabu (24/1) ketika azan dari masjid sekitar Stadion Raja Salman, terdengar di lapangan.
Pertandingan sedang memasuki menit kelima babak perpanjangan waktu saat itu daam keadaan 1-1, dan ia pun meniupkan peluit tanda menghentikan pertandingan untuk sementara.
Saat azan selesai, laga dilanjutkan, dan Al Feiha mencetak gol kedua mereka 23 menit sesudah dimulainya lagi pertandingan atau di menit ke-118. dan Al Feiha pun menang dan lolos ke perempat final.
Pada klip yang beredar di media sosial, terdengar tepuk tangan meriah penonton yang memuji keputusan Clattenburg menghentikan pertandingan. Dan melalui media sosial, banyak orang kemudian mengungkapkan pujian pada sang wasit asal Inggris yang kini jadi Kepala Perwasitan Sepakbola Arab Saudi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, azan adalah seruan untuk mengajak orang melakukan salat. Azan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad S.A.W mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi.
Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi di mana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun berada di tempat yang jauh. Yang melihat api itu, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah).
Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu berkata lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? dan aku menjawab, "ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang:
Allahu Akbar Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Hayya 'alash sholah (2 kali)
Hayya 'alal falah (2 kali)
Allahu Akbar Allahu Akbar
La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad S.A.W, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad S.A.W, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadarrasullulah
Hayya 'alash sholah
Hayya 'alal falah
Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
Allahu Akbar, Allahu Akbar
La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah S.A.W kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Diapun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji.
Adab Ketika Mendengar Adzan
Adzan merupakan salah satu syiar agama yang paling agung, karena mengabarkan kepada seluruh Muslim telah datangnya waktu shalat sebagai ibadah yang wajib.
Kebanyakan Muslim hari ini melupakan adab-adab atau aturan yang telah disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal-hal yang ringan pun sering ditinggalkan, lambat laun perilaku meninggalkan ini akan berdampak kepada hal yang besar.
Pertama, Diam
Ketika adzan hendak berkumandang maka diamlah, karena jikalau kita tidak mendengarkannya ataupun menjawabnya itu akan menjadi faktor lunturnya keimanan kita.
Bahkan dalam realitasnya, banyak orang kelu lidahnya di saat kematian. Kebanyakan orang yang nazak, saat hampir tiba ajalnya, tidak dapat berkata apa-apa. Lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan ‘sakaratul maut’. Ini sebabnya adalah kebiasaan remeh kita yang sering tidak mendiamkan diri saat adzan berkumandang. Diriwayatkan sebuah hadist:
“Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya.” (HR. Muslim)
Kedua, Menjawab Adzan
Dianjurkan kepada setiap orang yang mendengar adzan, untuk mengikuti apa yang dikatakan muadzin, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya;
“Jika kalian mendengarkan adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Terkecuali saat muadzin mengucapkan Hayya ‘ala as-Shalah dan Hayya ‘alal-falah, maka jawabannya ialah dengan mengucapkan La haula wala quwwata illa billah.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saat mendengar muadzin mengumandangkan adzan dia mengucapkan seperti apa yang diucapkannya, sehingga ketika muadzin mengucapkan Hayya ‘ala as-Shalah dan Hayya ‘alal-falah dia membaca La haula wala quwatta illa billah. (HR. Bukhari)
Adapun jawaban untuk Ash-shalatu khairun minan-naum pada saat adzan subuh, maka jawabannya adalah seperti itu juga, Rasul bersabda yang artinya, “Jika kalian mendengarkan muadzin mengucapkan ‘Ash-shalatu khairun minan-naum’, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan” (Musnad Imam Ahmad).
Ketiga, Membaca Shalawat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan kemudian bacalah shalawat untukku”. (HR Muslim)
Keempat, Berdoa setelah adzan
Artinya: “Barang siapa yang setelah adzan membaca: (‘Allahumma rabba hadzihid-da’watit-tammah, was-shalatil-qa-imah, ‘ati Muhammadanil-wasilata wal-fadhilah, wab’atshu maqamam-mahmudanil ladzi wa’adtah: Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna ini dan shalat yang wajib didirikan, berilah Nabi Muhammad al-washilah (derajat di surga) dan keutamaan, dan bangkitkan dia sehingga bisa menempati tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan’), maka dia berhak untuk mendapatkan syafaatku pada Hari Kiamat”. (HR Bukhari)
Setelah itu membaca doa yang disebutkan dalam hadits,
Artinya: “Barang siapa yang ketika mendengarkan adzan dia membaca: Wa ‘ana asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu warasuluhu, radhitu billahi rabba, wabi Muhammadin rasula, wa bil-Islami dina: Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah yang maha Tunggal yang tidak mempunyai sekutu, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad hamba dan utusanNya, aku rela Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai Tuhanku, Nabi Muhammad sebagai rasulku dan Islam sebagai agamaku’, maka dosanya diampuni”. (HR. Muslim)
Kelima, Berdoa di antara Adzan dan Iqamah
Rasulullah bersabda: “Doa diantara adzan dan iqamah tidak akan ditolak” (Musnad Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keenam, Tidak meninggalkan masjid setelah adzan
Hendaklah orang-orang yang berada di dalam masjid tidak meninggalkan masjid setelah adzan dikumandangkan, kecuali untuk urusan yang mendesak. Diriwayatkan Abu Hurairah saat melihat seseorang meninggalkan masjid setelah adzan berkumandang, dia berkata “orang ini telah bermaksiat kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam”. (HR Muslim)
Suber:
BBC Indonesia
Wikipedia
mirajnews.com
Saat itu Clattenburg sedang memimpin pertandingan antara Al Feiha dan Al-Fateh pada hari Rabu (24/1) ketika azan dari masjid sekitar Stadion Raja Salman, terdengar di lapangan.
Pertandingan sedang memasuki menit kelima babak perpanjangan waktu saat itu daam keadaan 1-1, dan ia pun meniupkan peluit tanda menghentikan pertandingan untuk sementara.
Saat azan selesai, laga dilanjutkan, dan Al Feiha mencetak gol kedua mereka 23 menit sesudah dimulainya lagi pertandingan atau di menit ke-118. dan Al Feiha pun menang dan lolos ke perempat final.
Pada klip yang beredar di media sosial, terdengar tepuk tangan meriah penonton yang memuji keputusan Clattenburg menghentikan pertandingan. Dan melalui media sosial, banyak orang kemudian mengungkapkan pujian pada sang wasit asal Inggris yang kini jadi Kepala Perwasitan Sepakbola Arab Saudi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, azan adalah seruan untuk mengajak orang melakukan salat. Azan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Mulanya, pada suatu hari Nabi Muhammad S.A.W mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu salat dam mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan salat berjamaah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu salat telah masuk. Apabila benderanya telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup trompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi.
Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Ada seorang sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu salat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi di mana orang-orang bisa dengan mudah melihat ke tempat itu, atau setidaknya, asapnya bisa dilihat orang walaupun berada di tempat yang jauh. Yang melihat api itu, hendaklah datang menghadiri salat berjamaah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi. Tetapi, dia menukar lafal itu dengan assalatu jami’ah (marilah salat berjamaah).
Abu Daud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid berkata sebagai berikut: "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk salat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya, "apakah ia bermaksud akan menjual lonceng itu? Jika memang begitu, aku memintanya untuk menjual kepadaku saja". Orang tersebut justru bertanya," Untuk apa?" Aku menjawabnya, "Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan salat". Orang itu berkata lagi, "Maukah kamu kuajari cara yang lebih baik? dan aku menjawab, "ya" dan dia berkata lagi dengan suara yang amat lantang:
Allahu Akbar Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
Hayya 'alash sholah (2 kali)
Hayya 'alal falah (2 kali)
Allahu Akbar Allahu Akbar
La ilaha illallah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad S.A.W, dan menceritakan perihal mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad S.A.W, berkata, "Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar. Ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Setelah lelaki yang membawa lonceng itu melafalkan azan, dia diam sejenak, lalu berkata: "Kau katakan jika salat akan didirikan:
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Asyhadu alla ilaha illallah
Asyhadu anna Muhammadarrasullulah
Hayya 'alash sholah
Hayya 'alal falah
Qod qomatish sholah (2 kali), artinya "Salat akan didirikan"
Allahu Akbar, Allahu Akbar
La ilaha illallah
Begitu subuh, aku mendatangi Rasulullah S.A.W kemudian kuberitahu dia apa yang kumimpikan. Diapun bersabda: "Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankannya (diserukannya), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu." Ia berkata: Maka aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia yang berazan. Ia berkata: Hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khaththab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya." Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda: "Maka bagi Allah-lah segala puji.
Adab Ketika Mendengar Adzan
Adzan merupakan salah satu syiar agama yang paling agung, karena mengabarkan kepada seluruh Muslim telah datangnya waktu shalat sebagai ibadah yang wajib.
Kebanyakan Muslim hari ini melupakan adab-adab atau aturan yang telah disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal-hal yang ringan pun sering ditinggalkan, lambat laun perilaku meninggalkan ini akan berdampak kepada hal yang besar.
Pertama, Diam
Ketika adzan hendak berkumandang maka diamlah, karena jikalau kita tidak mendengarkannya ataupun menjawabnya itu akan menjadi faktor lunturnya keimanan kita.
Bahkan dalam realitasnya, banyak orang kelu lidahnya di saat kematian. Kebanyakan orang yang nazak, saat hampir tiba ajalnya, tidak dapat berkata apa-apa. Lidahnya kelu, keras dan hanya mimik mukanya yang menahan kesakitan ‘sakaratul maut’. Ini sebabnya adalah kebiasaan remeh kita yang sering tidak mendiamkan diri saat adzan berkumandang. Diriwayatkan sebuah hadist:
“Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya.” (HR. Muslim)
Kedua, Menjawab Adzan
Dianjurkan kepada setiap orang yang mendengar adzan, untuk mengikuti apa yang dikatakan muadzin, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya;
“Jika kalian mendengarkan adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Terkecuali saat muadzin mengucapkan Hayya ‘ala as-Shalah dan Hayya ‘alal-falah, maka jawabannya ialah dengan mengucapkan La haula wala quwwata illa billah.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saat mendengar muadzin mengumandangkan adzan dia mengucapkan seperti apa yang diucapkannya, sehingga ketika muadzin mengucapkan Hayya ‘ala as-Shalah dan Hayya ‘alal-falah dia membaca La haula wala quwatta illa billah. (HR. Bukhari)
Adapun jawaban untuk Ash-shalatu khairun minan-naum pada saat adzan subuh, maka jawabannya adalah seperti itu juga, Rasul bersabda yang artinya, “Jika kalian mendengarkan muadzin mengucapkan ‘Ash-shalatu khairun minan-naum’, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan” (Musnad Imam Ahmad).
Ketiga, Membaca Shalawat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan kemudian bacalah shalawat untukku”. (HR Muslim)
Keempat, Berdoa setelah adzan
Artinya: “Barang siapa yang setelah adzan membaca: (‘Allahumma rabba hadzihid-da’watit-tammah, was-shalatil-qa-imah, ‘ati Muhammadanil-wasilata wal-fadhilah, wab’atshu maqamam-mahmudanil ladzi wa’adtah: Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna ini dan shalat yang wajib didirikan, berilah Nabi Muhammad al-washilah (derajat di surga) dan keutamaan, dan bangkitkan dia sehingga bisa menempati tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan’), maka dia berhak untuk mendapatkan syafaatku pada Hari Kiamat”. (HR Bukhari)
Setelah itu membaca doa yang disebutkan dalam hadits,
Artinya: “Barang siapa yang ketika mendengarkan adzan dia membaca: Wa ‘ana asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu warasuluhu, radhitu billahi rabba, wabi Muhammadin rasula, wa bil-Islami dina: Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah yang maha Tunggal yang tidak mempunyai sekutu, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad hamba dan utusanNya, aku rela Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai Tuhanku, Nabi Muhammad sebagai rasulku dan Islam sebagai agamaku’, maka dosanya diampuni”. (HR. Muslim)
Kelima, Berdoa di antara Adzan dan Iqamah
Rasulullah bersabda: “Doa diantara adzan dan iqamah tidak akan ditolak” (Musnad Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keenam, Tidak meninggalkan masjid setelah adzan
Hendaklah orang-orang yang berada di dalam masjid tidak meninggalkan masjid setelah adzan dikumandangkan, kecuali untuk urusan yang mendesak. Diriwayatkan Abu Hurairah saat melihat seseorang meninggalkan masjid setelah adzan berkumandang, dia berkata “orang ini telah bermaksiat kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam”. (HR Muslim)
Suber:
BBC Indonesia
Wikipedia
mirajnews.com